06
May
11

Legalisme Pisau


Menarik  juga sih memerhatikan sumbang saran dari beberapa sumber tentang upaya2 legalisasi membawa pisau. Tapi pembahasan ini juga harus dilihat dari berbagai latar belakang sehingga didapat pemahaman yang lebih menyeluruh dan komprehensif. Latar belakang historis malah harus dilihat lebih seksama karena mencopot faktor kesejarahan justru akan menghilangkan salah satu konteks yang sangat penting.

UU yang saat ini diterapkan di negeri ini soal pisau dan senjata tajam adalah warisan mentah2 dari pemerintahan Hindia Belanda alias pemerinatahn kolonial yang pernah menjajah Indonesia selama beberapa waktu. Jadi cara berpikirnya juga adalah cara berpikir penguasa yang ingin menguasai seluruh komponen kehidupan masyarakat di dalamnya. Dalam konteks ini negara bertindak sebagai anjing penjaga. Nah setelah penjajah hengkang dari negeri ini, maka pemerintah yang baru tanpa mau repot2 segera mengadopsi banyak peraturan dan UU yang dirasa bisa dilanjutkan tanpa banyak melakukan perubahan.  Karena alamiahnya birokrasi atau pemerintahan negera Indonesia adalah kelanjutan dari negara kolonialisme Hindia Belanda, maka akan lebih nyaman jika tinggal melanjutkan aja apa yang udah ada.

Itu sebabnya jika ditelaah lebih dalam seberapa relevankah UU tentang senjata tajam itu saat ini, maka bisa disimpulkan bahwa UU tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan rasa keadilan yang saat ini tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat. Judulnya aja udah ketinggalan jaman dan nggak relevan. Tapi mengubahnya serta merta juga nggak mudah. Asumsi2 dan pemikiran2 yang melatar belakanginya juga harus up to date dan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Ini untuk mencegah jangan sampai kita berpikir dalam kerangka yang sama dengan para penjajah.

Secara pribadi, pertama-tama gua menolak dengan keras anggapan bahwa pisau dan sejenisnya adalah senjata tajam (edged weapon). Gua pernah protes sama petugas di sebuah toko buku karena mereka menjejerkan majalah pisau bersebelahan dengan majalah2 pistol dan senjata api lainnya. Ini masalah tentang cara berpikir. Memang sebuah pisau bisa juga didesain sedemikian rupa sehingga kehilangan fungsi tools-nya dan semata-mata hanya jadi sebuah senjata. Tapi ini kan masalah kreativitas pembuatnya. Nggak ada yang bisa membatasi kebebasan berkreativitas seseorang. Dan fungsinya pun dengan sendirinya akan bergeser pula dari tools mungkin ke arah hiasan dinding, properties, atau mungkin malah mainan.

Nah, kalau kita sendiri mulai bisa menerima bahwa pisau adalah alat/tools, atau perkakas spesifik untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas tertentu, maka akan terasa janggal kalau untuk memilikinya atau membawanya kita diharuskan memiliki izin khusus. Kalau membawa pisau sebagai cutting tools memerlukan izin, bagaimana kalau kita ingin membawa senter sebagai illumination tools. Jangan lupa ada banyak senter yang didesain sebagai impact weapon pula. Demikian juga dengan ballpoint, banyak yang didesain dengan kemampuan sebagai impact weapon.

Coba deh cari input dari temen2 di PERBAKIN tentang bagaimana kondisi nyata mereka dengan hobby mereka yang masuk kategori senjata. Apakah kita mau kalau pisau kita diperlakukan seperti senjata api itu? Apakah kita siap dengan regulasi yang sedemikian ketat atas hobby kita yang satu ini? Apakah kita siap bayar harga untuk kepatuhan kita pada peraturan yang suatu hari akan diterapkan atas hobby kita ini?

Gua adalah seorang warga negara yang taat hukum dan nggak ada niatan juga untuk jadi pelanggar hukum. Gua gak rela kalau semua atau sebagian besar dari komponen kehidupan gua diatur oleh negara. Gua nggak rela kalau negara ikut mengatur apa yang boleh dan nggak boleh gua bawa dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pertimbangan pribadi gua nggak mau bawa2 golok, nggak mau bawa2 celurit, nggak mau bawa2 kerambit/balisong, nggak mau bawa2 dagger atau push dagger, nggak mau bawa2 pisau automatic, dan benda2 lain yang sifatnya intimidatif dan kurang akrab dengan masyarakat kebanyakan. Gua pengen mendidik diri sendiri tentang pisau sebgai cutting tools yang spesifik, juga sekaligus ingin ikut mendidik masyarakat di sekeliling gua tentang pisau.

Gua bahkan mulai mendidik anak2 gua sejak kecil untuk respek pada alat yang satu ini. Gua pikir ini tugas berat kita sebagai hobbyist pisau yang utama, ketimbang berbagai upaya legal yang masih panjang jalannya dan belum terduga hasilnya. Dan lagi ini hanya pendapat pribadi seorang penggemar pisau aja kok.


3 Responses to “Legalisme Pisau”


  1. May 6, 2011 at 9:19 PM

    hmmm

    mau coba menyikapi dari sisi segala tetek bengek perizinan dan berbagai macamnya. beberapa kali muncul selentingan dari beberapa kawan, tentang sebuah pertanyaan yang menggelitik. mungkinkah kita akan membuat semacam legalitas dalam bentuk surat izin untuk membawa sebuah pisau.

    wew

    bisa dibayangkan, betapa lama perjalanannya, mungkin sampai cicit kita punya cucu kalau memang kita seriusi baru akan terlaksana. itupun dengan catatan bahwa 99% nya adalah miracle…hihihi

    entah sudah patah arang atau apa. saya skr makin tidak sependapat jika ini diatur dalam bentuk sesempit itu, kita diberi kartu ijin membawa, ada nomor pisau, ada pajek, lantas nanti kalau dijual apa pembeli selanjutnya juga harus balik nama…..WTF

    kalau boleh membuat perumpamaan. saya ibaratkan dengan bercinta, siapa yang tidak suka ? atau tidak menikmati.
    buat saya melakukannya pastilah jauhhhhhhhhhhhhh lebih enak daripada membahasnya. mendiskusiannya panjang lebar sampai habis waktu, tapi justru jarang melakukannya sungguh suatu kesia siaan. membahas tentang regulasi ini itu tetek bengek hukum kolonial warisan belanda ini silahkan saja. tapi jujur saya lebih suka menikmati waktu dengan pisau pisau saya walau hanya dengan bengong menonton tivi sambil mengirisi kertas kertas a4.atau membawanya kemana2 tanpa harus pusing memikirkan soal soal yang terlalu susah untuk dirubah.

    akhirnya, semuanya bisa kita mulai dari yang kecil dan dekat. dari meng educate anak2 kita, teman2 kita dll. paling tidak, orang2 terdekat kita menjadi bebas merdeka jiwanya dari segala stigma dan cap buruk soal pisau dan apapun itu.

    kita sudah terlalu banyak berfikir tapi tidak menikmatinya. kalau misalnya esok masih juga harus berfikir tentang pisau apa yang harus dibayar pajaknya dan diperpanjang surat2 nya saya mungkin akan ganti profesi jadi biro jasa pengurusan surat2 perpisauan, dan dengan senang hati berinteraksi dengan para knife nuts. karena merekalah salah satu dari orang2 terbaik yang saya kenal.

    regards
    embunrandu

  2. May 6, 2011 at 11:28 AM

    di bus umum, banyak lho kriminalitas penodongan terjadi dengan hanya bermodalkan silet bekas atau cutter kecil yg notabene gak termasuk dalam jenis senjata tajam yg dilarang

  3. 3 Juan
    May 6, 2011 at 10:55 AM

    SETUJU sekali dengan artikel ini….

    berkaca dari kejadian terakhir dimana seorang pekerja kemanusiaan dipenjarakan karena membawa pisau oleh polisi. Terlepas dari fakta bahwa yang bersangkutan kemudian dibebaskan, masih perlu banyak penjelasan (baca: petunjuk teknis) bagi aparat penegak hukum di lapangan terkait dengan pandangan pisau sebagai SENJATA tajam.

    Ingat, jika sudah kental niat jahatnya, bolpoin dan batang kayu-pun bisa dijadikan senjata tajam. Concealed weapon sangat mudah disarukan sebagai barang2 umum jika paradigma berpikir aparat keamanan masih seputaran SENJATA tajam = pisau. Sedikitnya, sebagai penikmat pisau kita bisa merubah paradigma tersebut, bahwa pisau = alat bantu.

    salam – JC


Leave a comment


May 2011
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031  

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 31 other subscribers

eye candy

Categories